Oleh Abdel Achrian
TEBET, AYOJAKARTA.COM -- Salah satu kiai yang kondang belakangan ini, terutama di kalangan nahdliyin, namanya Ahmad Bahauddin Nursalim. Orang NU (Nahdlatul Ulama) lebih sering menyebut beliau dengang panggilan akrab, Gus Baha.
Nama Gus Baha, murid kinasih dari ulama kharismatik NU Kiai Maimoen Zubair (Al Fatihah untuk beliau) sampai ke mata gue karena sering muncul di timeline Twitter. Salah satunya dari akun @SantriGayengCom.
Dari Twitter lantas ke Youtube. Gue liat banyak banget uploatan ceramah beliau. Baik yang utuh maupun penggalan. Beberapa kali gue tonton pengajian beliau. Cuma, mohon maaf, sebagian gue gak ngerti artinya karena berbahasa Jawa. Maklum gue orang Minang meski beristri wong Purwokerto. Untungnya, sebagaian unggahan ceramah beliau ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
Salah satu yang gue inget dari ceramah Gus Baha adalah cerita tentang Imam Syafii. Lewat tulisan ini, gue ceritain ulang ya kajian dari Gus Baha itu. Tentu dengan versi gue.
Begini ceritanya....
Sebagian ulama pada zaman baheula harus mengembara untuk mendapatkan ilmu. Tidak terkecuali Imam Syafii. Alkisah, suatu saat, ulama besar itu tengah dalam perjalanan ke Yaman.
Sebelum melakukan safari itu, Imam Syafii baru khatam mengkaji kitab mengenai ilmu firosah alias ilmu firasat. Kalau akun @SantriGayengCom nyebutnya Ilmu Pertanda.
Sampai di suatu tempat, Sang Imam bertemu seseorang—kita sebut saja Si Fulan—yang bikin beliau bingung. Kalau mengacu tanda-tanda yang disebutkan di kitab Ilmu Firasat yang beliau pelajarin sih, Si Fulan (kemungkinan besar) berwatak jelek.